Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum warohmatullah wabarokatuh
Ustadz, beberapa waktu yang lalu, di milis Pengusaha Muslim pernah dibahas mengenai Kopi Luwak.
Yang menjadi permasalahan, Kopi luwak adalah kopi yang diolah dari biji kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan binatang Luwak, dengan kata lain, kopi tersebut adalah hasil olahan dari pembuangan kotoran binatang luwak (biji kopi tersebut masih utuh ketika keluar dari saluran pencernaan binatang Luwak tersebut, jadi tidak berbentuk seperti layaknya kotoran).
Berikut info yang kami copy paste dari internet:
…
Kopi Luwak adalah jenis kopi dari biji kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan binatang bernama luwak Kemasyhuran kopi ini telah terkenal sampai luar negeri. Bahkan di Amerika Serikat, terdapat kafe atau kedai yang menjual kopi luwak (Civet Coffee) dengan harga yang cukup mahal. Binatang luwak senang sekali mencari buah buahan yang cukup baik termasuk buah kopi sebagai makanannya.
Biji kopi dari buah kopi yang terbaik yang sangat digemari luwak, setelah dimakan dibuang beserta kotorannya, yang sebelumnya difermentasikan dalam perut luwak.
Biji kopi seperti ini, pada masa lalu sering diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan difermentasikan secara alami. Dan menurut keyakinan, rasa kopi luwak ini memang benar benar berbeda dan spesial dikalangan para penggemar dan penikmat kopi.
…
Yang menjadi pertanyaan:
1. Bagaimana hukum mengkonsumsi kopi luwak tersebut?
2. Bagaimana hukum jual beli kopi luwak tersebut?
Baarokallahu fiikum.
Jazakumullah khairan atas segala ilmu dan waktu yang sudah ustadz berikan.
Wassalamu ‘alaikum
Tim Pengusaha Muslim
Jawaban:
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Menanggapi pertanyaan tentang hukum kopi luwak, yaitu kopi yang diperoleh dari biji-biji kopi yang sebelumnya telah dimakan oleh binatang luwak, lalu dikeluarkan lagi bersama kotorannya. Pertanyaan ini berkaitan erat dengan hukum kotoran binatang.
Pada pertanyaan yang telah lalu, saya telah menjelaskan tentang hukum kotoran binatang. Dan pada jawaban itu telah saya sebutkan bahwa pendapat yang paling kuat tentang hukum kotoran binatang ialah pendapat yang menyatakan: Kotoran binatang yang dagingnya halal dimakan ialah suci, dan bukan najis. Hadits berikut adalah dalil nyata yang menunjukkan bahwa kotoran hewan yang dagingnya halal dimakan ialah suci:
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ . متفق عليه
“Dahulu sebelum dibangun masjid nabawi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendirikan sholat di kandang kambing.”(Muttafaqun ‘alaih)
Sudah barang tentu, kandang kambing tidak luput dari kotoran dan kencing kambing. Andailah kotoran kambing dan hewan serupa najis, maka mana mungkin beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendirikan sholat di dalamnya.
Pemahaman terhadap hadits ini juga dikuatkan oleh pemahaman terhadap hadits berikut:
قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا. متفق عليه
“Beberapa orang dari kabilah ‘Ukel dan Urainah singgah di kota Madinah, tidak berapa lama perut mereka menjadi kembung dan bengkak karena tak tahan dengan cuaca Madinah. Menyaksikan tamunya mengalami hal itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk mendatangi onta-onta milik Nabi yang digembalakan di luar kota Madinah, lalu minum dari air kencing dan susu onta-onta tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih)
Andai air seni onta najis, maka mana mungkin beliau memerintahkan tamunya untuk berobat dengan meminumnya.
Berdasarkan penjelasan ini, maka dapat disimpulkan bahwa kopi luwak adalah halal dan tidak najis. Yang demikian itu dikarenakan luwak tidak termasuk binatang buas, karena tidak menyerang manusia. Luwak termasuk binatang herbifora yang makanannya adalah buah-buahan. Sebagaimana tidak ada dalil khusus yang mengharamkannya. Dengan demikian kotoran luwak adalah suci dan tidak najis, dan kopi yang keluar bersama kotorannyapun suci dan tidak najis. Terlebih-lebih kopi tersebut sebelum dijadikan minuman telah dicuci dan dibersihkan dari kotoran. Sehingga tidak ada alasan untuk mengharamkannya. Wallahu a’alam bisshowab.
***
[Apakah Luwak termasuk binatang buas?]
Berikut ini adalah penjelasan ustadz Muhammad Arifin tentang kriteria binatang buas, sebagai tanggapan terhadap email yang dikirimkan oleh Ibu Halimah:
Tanggapan Ibu Halimah:
Berdasar artikel yg saya baca di wikipedia:
“Binatang luwak/musang (Paradoxurus Hermaphrodirus) termasuk binatang buas (Carnivora ) pemakan daging. Selain itu binatang ini juga menyukai buah- buahan seperti pisang, pepaya, jambu dan buah kopi. Karena pemakan daging, binatang ini cenderung berperilaku kanibal bila dikumpulkan dengan luwak yang lebih kecil, karenanya kandang dibuat satu per satu.”
Dan kalau saya melihat gambarnya seperti kucing bertaring sedikit, dan kakinya
bercakar.
Jadi hemat saya luwak/musang termasuk kategori binatang haram.
Wallaahu a’lam bisshowab.
Mohon maaf jika kurang berkenan.
Halima Medan
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum warohmatullah wabarokatuh
Langsung saja, menanggapi komentar tersebut, maka perlu diluruskan, adanya taring dan kadang kala memakan daging atau memangsa musang yang lebih kecil itu tidak mengubah hukum. Karena yang diharamkan itu adalah “binatang buas” yang bertaring. Sedangkan musang bukan termasuk binatang buas. Karena definisi yg paling kuat tentang binatang buas ialah binatang yang menyerang manusia, semisal, harimau, beruang, singa, serigala dan yang serupa.
Oleh karena itu binatang dhabu’ atau hyena halal untuk dimakan, karena hyena tidak menyerang manusia, walaupun dia adalah pemakan daging.
عن ابْنِ أَبِى عَمَّارٍ قَالَ قُلْتُ لِجَابِرٍ الضَّبُعُ صَيْدٌ هِىَ قَالَ نَعَمْ. قَالَ قُلْتُ آكُلُهَا قَالَ نَعَمْ. قَالَ قُلْتُ لَهُ أَقَالَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ نَعَم
Dari Ibnu Abi ‘Ammar, ia mengisahkan: Aku pernah bertanya kepada sahabat Jabir tentang hyena, apakah itu termasuk hewan buruan? Beliau menjawab: “Ya.” Akupun kembali menekankan dengan berkata: “Apakah aku boleh memakannya?” Beliau kembali menjawab: “Ya.” Aku kembali bertanya: “Apakah itu pernah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” beliau kembali menjawab: “Ya.” (Riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah, dan hadits ini dinyatakan sebagai hadits shahih oleh banyak ulama’, diantaranya oleh Al Albani)
Hadits ini juga selaras dengan hadits lain, yang dengan tegas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الضَّبُعِ فَقَالَ هُوَ صَيْدٌ وَيُجْعَلُ فِيهِ كَبْشٌ إِذَا صَادَهُ الْمُحْرِمُ
Dari sahabat Jabin bin Abdillah, ia mengisahkan: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hyena? Beliau menjawab: Hyena adalah binatang buruan, dan bila diburu oleh orang yang sedang berihram, maka ia berkewajiban membayar kafara yaitu menyembelih seekor domba.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa binatang buas yang diharamkan bukan hanya sekedar memakan daging, akan tetapi yang menyerang manusia sebagaimana disebutkan di atas. Yang demikian itu dikarenakan hyena dan binatang bertaring serupa tidak memiliki kebiasan menyerang manusia, terlebih-lebih luwak. Sehingga luwak tidak tercakup oleh hadits berikut:
عَنْ أَبِى ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ متفق عليه
“Diriwayatkan dari Abi Tsa’labah Al Khusyani bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita memakan setiap binatang buas yang bertaring kuat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Hadits ini dengan jelas menyebutkan bahwa yang dilarang untuk dimakan ialah binatang yang memiliki dua kriteria:
1. Termasuk binatang buas, dan definisi binatang buas yang paling kuat atau rajih ialah setiap binatang yang biasa menyerang manusia, dan bukan sekedar pemakan daging alias karnivora.
2. Memiliki taring kuat.
Singkat kata, luwak bukan binatang haram, karena tidak memenuhi dua kriteria di atas, sehingga ia halal di makan dagingnya dan bila halal dagingnya maka kotorannya tidak najis atau suci; sebagaimana halnya kotoran kambing, onta dan binatang yang serupa.
Wallahu a’alam bisshawab.
Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Sumber: www.pengusahamuslim.com
🔍 Doa Buka Puasa Dzahaba Dzoma`u, Dalil Tentang Anak Sholeh, Hukum Eyelash Extension, Lebaran Anak Yatim Tanggal Berapa, Hukum Selfie Bagi Muslimah, Cara Menikahkan Anak Perempuan